Mati Lampu, ATM Ketelen

ATM.sized

Iya, lagi-lagi saya musti ngurus atm ilang. Bukan ilang sih tepatnya. Tapi ketelen. Ini ketelen bukan karena salah pin atau mesin rusak. Tapi gara-gara pusat perbelanjaan tempat saya transaksi atm itu tiba-tiba mati lampu alias mati listriknya! cih!

Ceritanya, abis nonton G-Force kemarin, saya langsung pulang. Maunya sih belanja, tapi duitnya ga ada 😐 Entah kenapa abis lebaran ini, THR dan gaji yang dikasih lebih awal kok tau-tau tinggal ampasnya doang. Apakah kaliyan juga begitu? Ya sudah, dengan kepala yang cenut-cenut karena ga punya duit *udah tau lagi pusing kok ya maksain nonton bioskop*, saya pulang naik bus *ini ga ada hubungannya sih*. Saya teringat harus mentransfer sejumlah uang yang membuat saya semakin tongpes untuk keperluan penting. Maka mampirlah saya di atm terdekat, pas saya turun bus untuk ganti angkot.

Sebenernya saya udah agak curiga sih, kenapa banyak orang-orang berdiri di luar. Gak biasanya aja. Pengen nanya satpam ada apa tapi malas, lha wong cuma pengen ke atm bentar aja. Setelah masuk, lha kok mbak-mbaknya pada mberesin jualannya?? apa udah mau tutup? padahal baru jam setengah 8 malem. Saya gak mikir apa-apa, langsung ke ATM, cek saldo, tau-tau mak PETT!! GELAP!! Huwaaaaaaa…! seumur-umur saya belom pernah ngerasaain mati lampu di pusat keramaian gitu. Mana orang-orang pada norak teriak-teriak lagi 😐 Saya mah biasa aja.. *tapi boong* Untungnya saya deket pak satpam dan pintu keluar bagian belakang. Eeeeehhh pak satpamnya malah mau nutup pintunya! lha piye sih! masih banyak orang di dalem gitu?? Trus mau dikurung gitu?? pekok wis.. 😆

Duh sumprit, saya suka pusing kalo gelap-gelap gitu. Masalahnya di luar juga gelap banget, ga da lampu penerangan di luar yang nyala. Mana musti keluar lewat pintu belakang, yang sebenernya saya juga belom pernah! Lha mau ke depan dah gelap banget gitu, nanti malah saya nubruk rak jualan dividi sama clana dalem *eh beneran ada rak yang jual itu lho*.

Continue reading

Lebaranku

Momen lebaran itu, identik dengan kumpul bersama keluarga. Saya bersyukur, kali ini masih bisa merasakan Lebaran sebagaimana mestinya, bersama keluarga. Rasanya berlebaran tanpa keluarga, belum pernah tau, sedih pastinya ya? 😦

Berkumpul dengan keluarga besar, silaturahmi, sungkem dengan saudara yang lebih tua, merupakan potret ideal suasana Lebaran. Namun mungkin sedikit berbeda dengan apa yang saya alami. Tidak sesempurna itu, tapi tetap sempurna bagi saya.

Buat teman-teman yang berkesempatan untuk berlebaran bersama keluarga, bersyukurlah. Namun bagi yang sebaliknya, berbahagialah karena sesungguhnya keluargamu bertambah di sana 🙂

Belum terlambat untuk maaf-maafan kan?
Slamat Idul Fitri 1430 H.. Mohon maaf lahir dan batin.. Maafkan jika ada postingan yang kurang berkenan yah.. Have a great holiday! 🙂

#1 cerita hari ini

LoveDistance

Perempuan ‘single’ yang  tidak ‘single’.  Sang kekasih berada di ruang waktu yang berbeda. Ia terlihat kuat dan mandiri karena terbiasa sendiri.

Salah satu cobaan terberat dalam menjalin hubungan adalah saat kondisi tidak atau belum memungkinkan kita berada dalam ruang dan waktu yang sama bersama pasangan.

Adakalanya keputusan yang terbaik untuk saat ini adalah berjauhan dalam jangka waktu  tertentu. Bersabar untuk segala kebaikan. Dan perempuan itu, sedang menunggu kebaikan datang.

Memesan makan malam. Melepas penat. Bertanya-tanya bagaimana kabar kekasihnya hari ini. Tak lama ponselnya terhubung dengan suara yang menyejukannya setiap hari.

“Hallo.. Assalamualaikum.. lagi apa mas? Sudah makan?”

Percakapan demi percakapan.  Menghilangkan penatnya. Mengembalikan senyumnya.

HowtoMakeaLongDistanceRelationshipWork-main_Full

Ayunan langkahnya semakin ringan. Siap mengakhiri malam  dengan indah. Dan memulai esok bersama matahari.

Ilustrasi dari sini.

Ketika Jilbab Dilepas

the veil

Waktu SMA dulu saya punya temen perempuan. Dia berjilbab. Sebut saja namanya Yeni. Dulunya,Yeni ini SMP-nya di Madrasah Tsanawiyah, sehingga mewajibkan dirinya dan murid perempuan lainnya menggunakan jilbab. Dan tentu saja Yeni tetap memakai jilbab saat masuk SMA. Saya kenal dia karena kita dulu sama-sama di OSIS dan sekelas waktu kelas 3.

Setelah tahun kedua, ada gossip beredar kalau Yeni ini ingin melepas jilbabnya. Jaman dulu waktu SMA, jarang banget saya punya teman berjilbab yang memutuskan untuk melepas jilbabnya saat masih sekolah di sana. Ya kalau udah lulus mungkin ada ya. Entah karena meraka tahan-tahan sampai lulus SM baru lepas supaya tidak jadi bahan pembicaraan ataupun ada alasan lainnya.

Kalau saya, urusan teman saya lepas jilbab atau tidak sebenernya bukan suatu hal yang penting dalam pertemanan. Yang penting orangnya tetep baik, nggak aneh-aneh, saya nggak peduli. Kecuali kalau misalnya dia berubah secara ekstrim, yang menjurus ke hal-hal yang saya tidak suka. Tapi suka dan tidak suka itu sih relatif juga ya.

Akhirnya, hari di mana dia lepas jilbab itu pun tiba. Agak kaget juga sih, karena dia lumayan ekstrim ganti kostumnya. Sebelumnya tertutup banget,  sekarang kemejanya jadi junkies gitu, roknya ketat walaupun masih di perbatasan lutut, bukan di atas lutut. Oh iya, Yeni ini cantik banget, tinggi pula. Pake jilbab atau enggak sih tetep cantik, dan termasuk siswi yang cukup popular lah. Walaupun saya kaget, tapi saya ya biasa aja sih. Terserah dia kok mau berpenampilan seperti apa. Bukan urusan saya juga. Dan dia pun tetep baik orangnya.

Jadi masalahnya di mana? Gini, tiap sekolah pasti ada guru Agamanya kan? Pasti ada pelajaran agama Islam kan? Rupanya pelajaran tersebut sepertinya merupakan neraka bagi Yeni. Kenapa? Setiap pelajaran itu, guru Agama saya –yang emang sih agak reseh, jujur saya ndak terlalu suka–, selalu saja menyindir teman saya itu. Nyindirnya sih gak tanggung-tanggung, pake nyebut nama. Eh, itu bukan nyindir ya? Penghinaan menurut saya sih. Saya tidak inget secara persisnya, yang pasti setiap pelajaran agama, Yeni ini selalu nangis. Nunduk di meja, sambil nangis, Coba, gimana gak miris? Sumpah saya nggak suka banget sama guru agama saya yang satu itu.

Satu lagi, jaman dulu itu, ada yang namanya razia rok pendek di atas lutut. Razianya ini oleh guru BP. Siswi-siswi yang menurut bu guru itu roknya kependekan, langsung digunting roknya. Diguntingnya ini bukan maksudnya dipanjangin loh, tapi digunting membelah ke atas. Sinting gak? Kebetulan sih SMA saya gak banyak tuh yang roknya pendek-pendek. Nah, Yeni ini sering banget jadi korban. Kenapa korban? Karena menurut saya roknya itu masih di batas lutut entah apa karena dia tinggi jadi kesannya roknya pendek, atau ada motif lain sehubungan dengan jilbab yang dia buka. Jadi setelah razia, kemana-mana dia pake sarung. Orang-orang yang lihat pasti tahu kalau roknya habis digunting.  Dan nggak sukanya saya, perubahan dia yang cukup ekstrim itu membuat dirinya menjadi bahan gunjingan teman-teman di sekolah. Saya mungkin ikutan juga tanpa sadar, tetapi yang pasti saya tidak pernah berprasangka buruk. Cuma prihatin kenapa banyak orang yang tidak suka, padahal juga hal ini bukan urusan mereka.

Mungkin teman-teman di sini pernah juga punya teman berjilbab yang sekarang ini memutuskan untuk melepas jilbabnya. Satu cerita lagi, sahabat saya salah satunya. Sahabat saya banget malahan. Tapi sumpah ya, saya kok gak merasa gimanaaa gitu ya dengan keputusan dia? Apa mungkin saya terlalu mengerti dirinya sehingga dengan sendirinya bisa langsung menghormati keputusan dia itu ya? Ah, pokoknya saya gak peduli urusan ini, jilbab itu urusan dia sama Yang Di Atas.

Masalah jilbab ini mungkin sensitif ya buat sebagian orang. Saya di sini Cuma sharing pengalaman aja, gak bermaksud menggurui atau apapun, apalagi menyuruh anda membuka jilbab, amit-amit deh. Saya tidak berteman dengan jilbabnya, melainkan dengan orangnya. Kalau teman-teman gimana? Pernah punya pengalaman yang sama? 🙂